Sabtu, 03 Mei 2014

Cerpen (Ngedeat yang sangat memalukan banget)

Malem minggu, minggu pertama di bulan kelima rencananya saya mau ngedeat sama seorang cewek yang bisa dibilang pacar. Suatu sore saya menjemput sang pacar di kampusnya karena dia kuliah dari pagi hari hingga sore hari, rencananya sehabis jemput akan saya ajak ke rumah saya menunggu hingga malem tiba terus malem mingguan bareng teman teman saya. Tapi tidak sesuai rencana sang pacar malah mengajak saya suatu mall, saya tidak menolak namun berat sekali hati karena di dompet hanya  membawa uang 80rb rupiah saja. Sesampainya di mall sang pacar mengajak saya ke tempat aksesoris cewek dia membeli sesuatu seharga 25rb, saya juga membeli 2 bondu karet untuk bermain basket seharga 5rb baru dateng saja sudah mengeluarkan 30rb dan saya yang bayar itu semua sisa uang di dompet 50rb. Selanjutnya sang pacar ngajak saya makan di restoran cepat saji yang terkenal akan burgernya saya memesan menu dengan total 60rb sedangkan di dompet sisa 50rb, saya berikan saja 50rb terakhir saya dan dengan berat hati ditambah malu bilang uang saya habis untungnya sang pacar mengerti dan dia menambahkan 10rb untuk membayar total harga 60rb. Saat kita akan mencari duduk bertemulah saya dengan kakak perempuan saya dengan suami dan kedua anaknya, namun saya masih duduk di meja yang berbeda. Sesudah kami makan keponakan saya mengajak saya untuk bermain di arena bermain di mall tersebut dan saya menemaninya, tapi saya tenang karena saya hanya menemani karena dia sudah meminta uang kepada mamahnya. Kurang lebih 1 jam saya menemani keponakan saya main dengan sang pacar, sesudah main saya, sang pacar, dan keponakan saya mencari kakak saya pas ketemu kakak saya ngajak kita semua karokean di tempat karoke di mall tersebut pertama saya tidak enak karena malu namun apa boleh buat harus menunggu teman teman saya di mall hingga jam 8 malam sedangkan jam masih menunjukan jam 5 sore ikutlah saya dan sang pacar, setelah karokean selama 2 jam, waktu sudah menunjukan jam 7 malam. Kakak dan keponakan saya ingin makan di suatu restoran jepang dan mengajak saya dan sang pacar masih gaenak juga namun enak enakin aja deh sama kakak sendiri ini. Ikutlah saya dan sang pacar makan, setelah beres makan kakak saya dan keluarganya pulang sedangkan saya dan sang pacar masih ingin ketemu teman teman saya, gaenak banget sih saya seharian nebeng ngedeat hahaha  tapi gapapa deh. Ketemulah saya dengan teman teman saya di suatu tempat ngopi mau pesan ga ada uang namun ada sang pacar yang mengerti dan mau bayarin malu sih tapi gimana lagi daripada ga mesen apa apa, akhirnya saya dan sang pacar nongkrong di tempat kopi sampai jam 11 malam. Ketika mau pulang masih aja masalah datang mau bayar parkir aja gabisa akhirnya di bayarin lagi lah sama sang pacar, untung aja sang pacar mengerti hahaha di kirain sudah selesai masalah tinggal anter sang pacar pulang eh ternyata masih ada lagi habis bensin dan dibayarkan lagi bensin sama sang pacar sumpah seharian di bayarin terus hahahaha pengalaman yang memalukan namun enak sih ga abis uang saya untuk ngedeat.

Ragam Bahasa Indonesia

A.     Definisi Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

B.      Macam – Macam Ragam Bahasa
1.      Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :
a.)    Ragam bahasa lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan :
·         Memerlukan orang kedua/teman bicara.
·         Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu.
·         Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
·         Berlangsung cepat.
·         Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu.
·         Kesalahan dapat langsung dikoreksi.
·         Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.

b.)    Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
·         Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
·         Tidak terikat ruang dan waktu.
·         Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.
·         Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
·         Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap.
·         Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
·         Berlangsung lambat.
·         Memerlukan alat bantu.


2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
a.)    Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

b.)    Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

c.)    Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
·         Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
·         Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
·         Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
·         Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

3.      Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ø  Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia  Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Ø  Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Ø  Sabariyanto, Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.